1. Tanggung
Jawab sosial Perusahaan
Tanggung jawab Sosial Perusahaan
atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam artikel akan disingkat
CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya)
perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan,
pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional
perusahaan.
CSR
berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", di mana ada
argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus
mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya
keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan
lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.
Pemikiran
yang mendasari CSR (corporate social responsibility) yang sering dianggap inti
dari Etika Bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai
kewajiban-kewajiban ekonomis dan legal (artinya kepada pemegang saham atau
shareholder) tapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang
berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban di
atas. Beberapa hal yang termasuk dalam CSR ini antara lain adalah tatalaksana
perusahaan (corporate governance) yang sekarang sedang marak di Indonesia,
kesadaran perusahaan akan lingkungan, kondisi tempat kerja dan standar bagi
karyawan, hubungan perusahan-masyarakat, investasi sosial perusahaan (corporate
philantrophy).
Ada
berbagai penafsiran tentang CSR dalam kaitan aktivitas atau perilaku suatu
perusahaan, namun yang paling banyak diterima saat ini adalah pendapat bahwa
yang disebut CSR adalah yang sifatnya melebihi (beyond) laba, melebihi hal-hal
yang diharuskan peraturan dan melebihi sekedar public relations.Hasil Survey
“The Millenium Poll on CSR” (1999) yang dilakukan oleh Environics International
(Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader
Forum (London) diantara 25.000 responden di 23 negara menunjukkan bahwa dalam
membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktek
terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, tanggungjawab sosial perusahaan
(CSR) akan paling berperan, sedangkan bagi 40% citra perusahaan & brand
image yang akan paling mempengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari
opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran
perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.Lebih lanjut, sikap konsumen
terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin “menghukum”
(40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan
dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut.CSR
yang baik (good CSR) memadukan empat prinsip good corporate governance, yakni
fairness, transparency, accountability, dan responsibility, secara harmonis.
Ada perbedaan mendasar di antara keempat prinsip tersebut (Supomo, 2004). Tiga
prinsip pertama cenderung bersifat shareholders-driven karena lebih
memerhatikan kepentingan pemegang saham perusahaan. Sebagai contoh, fairness
bisa berupa perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas; transparency
menunjuk pada penyajian laporan keuangan yang akurat dan tepat waktu; sedangkan
accountability diwujudkan dalam bentuk fungsi dan kewenangan RUPS, komisaris,
dan direksi yang harus dipertanggung jawabkan.
Sementara
itu, prinsip responsibility lebih mencerminkan stakeholders-driven karena lebih
mengutamakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan.
Stakeholders perusahaan bisa mencakup karyawan beserta keluarganya, pelanggan,
pemasok, komunitas setempat, dan masyarakat luas, termasuk pemerintah selaku
regulator. Di sini, perusahaan bukan saja dituntut mampu menciptakan nilai
tambah (value added) produk dan jasa bagi stakeholders perusahaan, melainkan
pula harus sanggup memelihara kesinambungan nilai tambah yang diciptakannya itu
(Supomo, 2004). Namun demikian, prinsip good corporate governance jangan
diartikan secara sempit. Artinya, tidak sekadar mengedepankan kredo
beneficience (do good principle), melainkan pula nonmaleficience (do no-harm
principle) (Nugroho, 2006). Perusahaan yang hanya mengedepankan benificience
cenderung merasa telah melakukan CSR dengan baik. Misalnya, karena telah
memberikan beasiswa atau sunatan massal gratis. Padahal, tanpa sadar dan pada
saat yang sama, perusahaan tersebut telah membuat masyarakat semakin bodoh dan
berperilaku konsumtif, umpamanya, dengan iklan dan produknya yang melanggar
nonmaleficience.
TANGGUNG
JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Tanggung
jawab sosial perusahaan sangat erat kaitannya dengan pertanyaan-pertanyaan
berikut:
a)
Apakah
memang perusahaan punya tanggung jawab moral dan sosial ?
b)
Kalau
ada, manakah lingkup tanggung jawab itu ?
c)
Apakah,
terkait dengan tanggung jawab sosial perusahaan itu, perusahaan perlu terlibat
dalam kegiatan sosial yang berguna bagi masyarakat atau tidak ?
d)
Bagaimana
tanggung jawab sosial perusahaan itu dapat dioperasionalkan dalam suatu
perusahaan ?
1.
Syarat bagi Tanggung Jawab Moral
a)
Tindakan
itu dijalankan oleh pribadi yang rasional
b)
Bebas
dari tekanan, ancaman, paksaan atau apapun namanya
c)
Orang
yang melakukan tindakan tertentu memang mau melakukan tindakan itu
2.
Status Perusahaan
Terdapat
dua pandangan (Richard T. De George, Business Ethics, hlm.153), yaitu:
a)
Legal-creator,
perusahaan sepenuhnya ciptaan hukum, karena itu ada hanya berdasarkan hukum
b)
Legal-recognition,
suatu usaha bebas dan produktif
3.
Lingkup Tanggung jawab Sosial
a)
Keterlibatan
perusahaan dalam kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas
b)
Keuntungan
ekonomis
4.
Argumen yang Menentang Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan
a)
Tujuan
utama Bisnis adalah Mengejar Keuntungan Sebesar-besarnya
b)
Tujuan
yang terbagi-bagi dan Harapan yang membingungkan
c)
Biaya
Keterlibatan Sosial
d)
Kurangnya
Tenaga Terampil di Bidang Kegiatan Sosial
5.
Argumen yang Mendukung Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan
a.
Kebutuhan
dan Harapan Masyarakat yang Semakin Berubah
b.
Terbatasnya
Sumber Daya Alam
c.
Lingkungan
Sosial yang Lebih Baik
d.
Perimbangan
Tanggung Jawab dan Kekuasaan
e.
Bisnis
Mempunyai Sumber Daya yang Berguna
f.
Keuntungan
Jangka Panjang
6.
Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
a.
Prinsip
utama dalam suatu organisasi profesional, termasuk perusahaan, adalah bahwa
struktur mengikuti strategi
b.
Artinya,
struktur suatu organisasi didasarkan ditentukan oleh strategi dari organisasi
atau perusahaan itu
c.
Strategi
yang diwujudkan melalui struktur organisasi demi mencapai tujuan dan misi
perusahaan perlu dievaluasi secara periodik, salah satu bentuk evaluasi yang
mencakup nilai-nilai dan tanggung jawab sosial perusahaan adalah Audit Sosial.
Label:
Tugas Etika Bisnis 2 (CSR)
2. Paham
Tradisional mengenai Keadilan
a.
Keadilan Legal
Menyangkut hubungan antara individu
atau kelompok masyarakat dengan negara. Intinya adalah semua orang atau
kelompok masyarakat diperlakukan secara sama oleh negara di hadapan hukum.
b.
Keadilan Komutatif
Mengatur hubungan yang adil atau
fair antara orang yang satu dengan yang lain atau warga negara satu dengan
warga negara lainnya. Menuntut agar dalam interaksi sosial antara warga satu dengan
yang lainnya tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya. Jika
diterapkan dalam bisnis, berarti relasi bisnis dagang harus terjalin dlm
hubungan yang setara dan seimbang antara pihak yang satu dengan lainnya.
c.
Keadilan Distributif
Keadilan distributif (keadilan
ekonomi) adalah distribusi ekonomi yang merata atau yang dianggap merata bagi
semua warga negara. Menyangkut pembagian kekayaan ekonomi atau hasil-hasil
pembangunan. Keadilan distributif juga berkaitan dengan prinsip perlakuan yang
sama sesuai dengan aturan dan ketentuan dalam perusahaan yang juga adil dan
baik.
2. Keadilan
Individual dan Struktural
Keadilan dan upaya menegakkan
keadilan menyangkut aspek lebih luas berupa penciptaan sistem yang mendukung
terwujudnya keadilan tersebut. Prinsip keadilan legal berupa perlakuan yang
sama terhadap setiap orang bukan lagi soal orang per orang, melainkan
menyangkut sistem dan struktur sosial politik secara keseluruhan. Untuk bisa
menegakkan keadilan legal, dibutuhkan sistem sosial politik yang memang
mewadahi dan memberi tempat bagi tegaknya keadilan legal tersebut, termasuk
dalam bidang bisnis. Dalam bisnis, pimpinan perusahaan manapun yang melakukan
diskriminasi tanpa dasar yang bisa dipertanggungjawabkan secara legal dan moral
harus ditindak demi menegakkan sebuah sistem organisasi perusahaan yang memang
menganggap serius prinsip perlakuan yang sama, fair atau adil ini.
3. TEORI
KEADILAN ADAM SMITH
a)
Prinsip No Harm
Yaitu prinsip tidak merugikan orang
lain, khususnya tidak merugikan hak dan kepentingan orang lain. Prinsip ini
menuntuk agar dlm interaksi sosial apapun setiap orang harus menahan dirinya
untuk tidak sampai merugikan hak dan kepentingan orang lain, sebagaimana ia
sendiri tidak mau agar hak dan kepentingannya dirugikan oleh siapapun. Dalam
bisnis, tidak boleh ada pihak yg dirugikan hak dan kepentingannya, entah sbg
konsumen, pemasok, penyalur, karyawan, investor, maupun masyarakat luas.
b)
Prinsip Non-Intervention
Yaitu prinsip tidak ikut campur tangan.
Prinsip ini menuntut agar demi jaminan dan penghargaan atas hak dan kepentingan
setiap orang, tidak seorangpun diperkenankan untuk ikut campur tangan dlm
kehidupan dan kegiatan orang lain Campur tangan dlm bentuk apapun akan
merupakan pelanggaran thd hak orang ttt yang merupakan suatu harm (kerugian)
dan itu berarti telah terjadi ketidakadilan. Dalam hubungan antara pemerintah
dan rakyat, pemerintah tidak diperkenankan ikut campur tangan dalam kehidupan
pribadi setiap warga negara tanpa alasan yg dpt diterima, dan campur tangan
pemerintah akan dianggap sbg pelanggaran keadilan. Dalam bidang ekonomi, campur
tangan pemerintah dlm urusan bisnis setiap warga negara tanpa alasan yg sah
akan dianggap sbg tindakah tidak adil dan merupakan pelanggran atas hak
individu tsb, khususnya hak atas kebebasan.
c)
Prinsip Keadilan Tukar
Atau prinsip pertukaran dagang yang
fair, terutama terwujud dan terungkap dlm mekanisme harga pasar. Merupakan
penerapan lebih lanjut dari no harm secara khusus dalam pertukaran dagang
antara satu pihak dengan pihal lain dalam pasar. Adam Smith membedakan antara
harga alamiah dan harga pasar atau harga aktual. Harga alamiah adalah harga yg
mencerminkan biaya produksi yg telah dikeluarkan oleh produsen, yang terdiri
dari tiga komponen yaitu biaya buruh, keuntungan pemilik modal, dan sewa. Harga
pasar atau harga aktual adl harga yg aktual ditawarkan dan dibayar dalam
transaksi dagang di dalam pasar. Kalau suatu barang dijual dan dibeli pada
tingkat harga alamiah, itu berarti barang tersebut dijual dan dibeli pada
tingkat harga yang adil. Pada tingkat harga itu baik produsen maupun konsumen
sama-sama untung. Harga alamiah mengungkapkan kedudukan yang setara dan
seimbang antara produsen dan konsumen karena apa yang dikeluarkan masing-masing
dapat kembali (produsen: dalam bentuk harga yang diterimanya, konsumen: dalam
bentuk barang yang diperolehnya), maka keadilan nilai tukar benar-benar
terjadi. Dalam jangka panjang, melalui mekanisme pasar yang kompetitif, harga
pasar akan berfluktuasi sedemikian rupa di sekitar harga alamiah sehingga akan
melahirkan sebuah titik ekuilibrium yang menggambarkan kesetaraan posisi
produsen dan konsumen. Dalam pasar bebas yang kompetitif, semakin langka barang
dan jasa yang ditawarkan dan sebaliknya semakin banyak permintaan, harga akan
semakin naik. Pada titik ini produsen akan lebih diuntungkan sementara konsumen
lebih dirugikan. Namun karena harga naik, semakin banyak produsen yang tertarik
untuk masuk ke bidang industri tersebut, yang menyebabkan penawaran berlimpah
dengan akibat harga menurun. Maka konsumen menjadi diuntungkan sementara
produsen dirugikan.
4. TEORI
KEADILAN DISTRIBUTIF JOHN RAWLS
Pasar memberi kebebasan dan peluang
yg sama bagi semua pelaku ekonomi. Kebebasan adalah nilai dan salah satu hak
asasi paling penting yg dimiliki oleh manusia, dan ini dijamin oleh sistem
ekonomi pasar. Pasar memberi peluang bagi penentuan diri manusia sbg makhluk yg
bebas. Ekonomi pasar menjamin kebebasan yg sama dan kesempatan yg fair.
Prinsip-prinsip Keadilan Distributif
Rawls, meliputi:
1)
Prinsip Kebebasan yg sama.
Setiap orang hrs mempunyai hak yg
sma atas sistem kebebasan dasar yg sama yg paling luas sesuai dg sistem
kebebasan serupa bagi semua. Keadilan menuntut agar semua orang diakui,
dihargai, dan dijamin haknya atas kebebasan scr sama.
2)
Prinsip Perbedaan (Difference Principle).
Bahwa ketidaksamaan sosial dan
ekonomi harus diatur sedemikian rupa shg ketidaksamaan tsb: a. Menguntungkan
mereka yg paling kurang beruntung; dan b. Sesuai dengan tugas dan kedudukan yg
terbuka bagi semua di bawah kondisi persamaan kesempatan yg sama.
Jalan keluar utama utk memecahkan
ketidakadilan distribusi ekonomi oleh pasar adalah dg mengatur sistem dan
struktur sosial agar terutama menguntungkan kelompok yg tdk beruntung.
5. JALAN
KELUAR ATAS MASALAH KETIMPANGAN EKONOMI
- Terlepas dari kritik-kritik thd teori Rawls, kita akui bahwa Rawls mempunyai pemecahan yg cukup menarik dan mendasar atas ketimpangan ekonomi. Dengan memperhatikan secara serius kelemahan-kelemahan yang dilontarkan, kita dapat mengajukan jalan keluar tertentu yang sebenarnya merupakan perpaduan teori Adam Smith yang menekankan pada pasar, dan juga teori Rawls yang menekankan kenyataan perbedaan bahkan ketimpangan ekonomi yang dihasilkan oleh pasar.
- Harus kita akui bahwa pasar adalah sistem ekonomi terbaik hingga sekarang, karena dari kacamata Adam Smith maupun Rawls, pasar menjamin kebebasan berusaha secara optimal bagi semua orang. Karena itu kebebasan berusaha dan kebebasan dalam segala aspek kehidupan harus diberi tempat pertama.
- Negara dituntut utk mengambil langkah dan kebijaksanaan khusus tertentu yang secara khusus dimaksudkan untuk membantu memperbaiki keadaan sodial dan ekonomi kelompok yang secara obyektif tidak beruntung bukan karena kesalahan mereka sendiri.
- Dengan mengandalkan kombinasi mekanisme pasar dan kebijaksanaan selektif pemerintah yang khusus ditujukan untuk membantu kelompok yang secara obyektif tidak mampu memanfaatkan peluang pasar secara maksimal. Dalam hal ini penentuan kelompok yang mendapat perlakuan istimewa harus dilakukan secara transparan dan terbuka. Langkah dan kebijaksanaan ini mencakup pengaturan sistem melalui pranata politik dan legal, sebagaimana diusulkan oleh Rawls, tetapi harus tetap selektif sekaligus berlaku umum. Jalan keluar ini sama sekali tidak bertentangan dengan sistem ekonomi pasar karena sistem ekonomi pasar sesungguhnya mengakomodasi kemungkinan itu.
Sumber :
Dr. Keraf, A. Sonny. 2006. Etika
Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar